Pengikut

Diberdayakan oleh Blogger.
RSS

Paradigma Konflik dan Teori-teorinya

Paradigma Konflik dan Teori-Teorinya

Berdasar pandangan Hegel, manusia dipandang sebagai makhluk yang rasional, kooperatif, dan juga sempurna. Integrasi sosial terjadi karena adanya dominasi, konflik menjadi instrument perubahan, utopia. Marx merupakan tokoh sosiologi utama dalam paradigma ini. Metodologi ilmu pengetahuan dalam paradigma ini adalah filsafat materialisme, histories, holistic, dan terapan.

Karakteristik paradigma konflik

Paradigma ini memandang manusia sebagai mahluk yang obyektif yang hidup dalam realitas sosial , maka filsafat materialisme merupakan dasar dari ilmu pengetahuan manusia. Realitas yang kontradiksi dan fenomena fakta sosial yang sering muncul dalam sebab akibat akan direfleksikan oleh teori konflik melalui logika dialektik dan endingnya adalah terciptanya dunia lebih baik. Asumsinya adalah: pertama, image tentang sifat dasar manusia yaitu pencipta, cooperativ, rasional dan sempurna kedua , image tentang masyarakat yaitu interdependent, struktural, menyeluruh, dan dinamis. Ketiga, tentang masa lalu dan masa kini yaitu timpang penuh tekanan dan pertarungan . keempat pandangan tentang masa depan yaitu utopia dan egaliter.kelima image tentang ilmu pengetahuan yaitu filsafat materialisme, historis, holistik (menyeluruh), dialektikdan terapan.
Elemen paradigmatik Asumsi dasar Type ideal Imajinasi sifat dasar manusia Manusia bertindak atas kesadaran subyektif, memiliki kebebasan menafsirkan realitas/aktif Konsep kesadaran diri imanuel kant. Imajinasi tentang masyarakat Struktur internal yang membentuk kesadaran manusia, kontrak sosial sebagai mekanisme control. Konsep kontrak sosial J.J Rousseau Imajinasi ilmu pengetahuan Filsafat idealisme, tindakan manusia tidak dapat diprediksi Metode verstehen Weber
Para realis berpendapat bahwa manusia pada dasarnya baik, namun lingkungan atau struktur masyarakatnya lah yang menyebabkan manusia berubah menjadi tidak baik. Realisme berpendirian bahwa kehidupan di dunia ini adalah kenyataan, bukan hanya yang kasat pancaindra (common sense) maupun yang tidak kasat pancaindra (scientific reality) dan terdapat hubungan kausal antara keduanya.
Menurut paradigma konflik manusia pada dasarnya memiliki sifat kerjasama karena manusia sebagai mahluk sosial, dimana perilakunya diasumsikan rasional. Dalam ciri demikian, manusia diyakini memiliki potensi untuk mengungkapkan gagasan-gagasannya melalui berbagai cara yaitu pengalaman, pemikiran dan pendidikan.
Selanjutnya, masyarakat dipandang sebagai realitas struktural. Struktur ini merupakan suatu kondisi yang muncul dalam perjalanan sejarahnya. Setiap kelompok masyarakat cenderung memunculkan sifat-sifat manusiawinya jika struktur sosialnya mendukung untuk menuju arah tersebut. Masyarakat akan timpang jika eksis perbedaan yang mencolok antar warga dalam hal materi, power dan status.
Untuk dapat memahami manusia, paradigma konflik mendekatinya dengan menerapkan filsafat materialisme. Inilah yang menurut mereka mesti mendasari pengembangan ilmu tentang manusia dan masyarakat. Karena terkait dengan struktur, berbagai komponen dalam masyarakat (manusia, lembaga, organisasi, dan kelas) tidak dapat dipelajari terpisah secara sendiri-sendiri, namun mesti secara holistik. Holistik dan historis merupakan dua kata kunci pokok dalam pengembangan ilmu-ilmu sosiologi di bawah paradigma konflik. Konsep materialisme ini mendapat respon dari beberapa sosiolog, dan mengusulkan fakta bahwa realitas pada hakekatnya juga bersifat plural dan multidimensi.
Bertolak dari material sebagai pokok strukur, paradigma konflik memperhatikan secara kuat determinisme ekonomi. Basis struktur ekonomi lah penentu suprastruktur di atasnya baik berupa politik, sosial, dan budaya.
Madzhab Frankfrut mengkarakterisasikan berpikir kritis dengan empat hal yaitu berpikir secara dalam totalitas dan dialektis, empiris-historis, dalam kesatuan teori dan praksis, serta dalam realitas yang tengah dan terus bekerja (working reality).
Teori Kritis berangkat dari 4 (empat sumber) kritik yang dikonseptualisasikan oleh Immanuel Kant, Hegel, Karl Marx dan Sigmund Freud. Hegel merupakan peletak dasar metode berpikir dialektis. kritik didefinisikan sebagai refleksi diri atas tekanan dan kontradiksi yang menghambat proses pembentukan diri-rasio dalam sejarah manusia.
Menurut Marx, yang berdialektika bukan fikiran, tapi kekuatan-kekuatan material dalam masyarakat. Pikiran hanya refleksi dari kekuatan material (modal produksi masyarakat). Sehingga teori kritis bagi Marx sebagai usaha mengemansipasi diri dari penindasan dan elienasi yang dihasilkan oleh penguasa di dalam masyarakat. kritik dalam pengertian Marxian berarti usaha untuk mengemansipasi diri dari alienasi atau keterasingan yang dihasilkan oeh hubungan kekuasaan dalam masyarakat.
Secara konseptual paradigma konflik mengkritisi paradigma keteraturan yang mengabaikan kenyataan bahwa setiap unsur-unsur sosial dalam dirinya mengandung kontradiksi-kontradiksi internal yang menjadi prinsip penggerak perubahan. perubahan juga tidak selalu gradual, namun dapat terjadi secara revolusioner. konflik adalah sesuatu yang melekat dalam setiap komunitas. konflik tidak melulu dimaknai negatif, karena konflik menjadi instrument perubahan. paradigma pluralis memberikan dasar pada paradigma kritis terkait dengan asumsinya bahwa manusia merupakan sosok yang independent, bebas dan memiliki otoritas untuk menafsirkan realitas. sedangkan paradigma konflik mempertajam paradigma kritis dengan asumsinya tentang adanya pembongkaran atas dominasi satu kelompok pada kelompok yang lain.
Paradigma kritis merupakan paradigma yang bertumpu pada analisis struktural dan  membongkar ideologi dominan. analisis kesejarahan yang menelusuri dialektika antar tesis-tesis sejarah, ideologi, filsafat, aktor-aktor sejarah baik dalam level individual maupun sosial, kemajuan dan kemunduran suatu masyarakat.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

Perkembangan Teori Sosiologi Abad Ke-20


Perkembangan teori sosiologi pada abad ke-20 terjadi cukup pesat di Amerika. Hal ini terdorong oleh sejumlah faktor, di antaranya adalah perubahan sosial masyarakat yang membutuhkan pemecahan berdasarkan bidang ilmu tertentu secara cepat, dan didorong oleh perkembangan ilmu terutama di bidang kemasyarakatan yang mampu mengkaji masyarakat secara ilmiah.
Perkembangan teori sosiologi di Amerika diawali oleh perkembangan keilmuan di dua universitas, yaitu di Chicago University dan Harvard University. Namun demikian, dalam perjalanan waktu, sejalan dengan persebaran para tokoh sosiologi ke beberapa universitas di seluruh negeri, muncul pula universitas-universitas lain yang dianggap mampu melahirkan beberapa teori penting dalam bidang sosiologi, seperti Columbia University dan University of Michigan.
Di Chicago University dikenal adanya sekelompok pemikir sosial yang disebut kelompok Chicago School. Tokoh-tokoh sosiologi yang penting dari tempat ini adalah W.I. Thomas, Robert Park, Charles Horton Cooley, George Herbert Mead, dan Everett Hughess. Di Harvard University, sosiologi berkembang melalui tokoh-tokoh seperti Talcott Parsons, Robert K. Merton, Kingsley Davis, dan George Homans. Di samping itu, perkembangan teori sosiologi di Amerika juga sedikitnya terpengaruh oleh sebuah teori yang sering disebut-sebut sebagai teori di luar mainstream sosiologi di Amerika, yaitu khasanah pemikiran dari kelompok teori Marxian.
Pengetahuan perkembangan teori di Amerika sangat penting mengingat teori-teori yang berkembang di Amerika ini kemudian menjadi pusat perhatian dunia pada tahun 1960-an dan 1970-an. Sejalan dengan teori interaksionisme simbolik, bangkit pula teori pertukaran (exchange theory) yang dikembangkan oleh George Homans berdasarkan pemikiran psychological behaviorism dari B.F. Skinner.


Teori Sosiologi Setelah Pertengahan Abad 20
Perkembangan teori struktural-fungsional terlihat dari hasil karya para penerus Parsons yang diakui telah menyumbang teori struktural fungsional, seperti karya Kingsley Davis dan Wilbert Moore. Pandangannya menerangkan bahwa stratifikasi adalah suatu struktur yang secara fungsional diperlukan bagi keberadaan masyarakat. Merton pun (1949) menjelaskan bahwa struktural fungsional harus menangani fungsi positif dan konsekuensi yang negatif (disfunctions).
Seperti teori umumnya, teori struktural fungsional pun mendapat kritikan dari beberapa ahli lainnya. Bahkan menjelang tahun 1960, dominasi struktural fungsional dianggap telah mengalami kemerosotan. Puncak dan kemerosotan dominasi struktural fungsional sejalan dengan kedudukan (dominasi) masyarakat Amerika di dalam tatanan dunia.
Sejalan dengan perkembangan teori sturktural-fungsional, terdapat teori konflik sebagai karya Peter Blau, yang dianggap menjadi cerminan dari teori struktural-fungsional. Padahal pada awalnya Blau dapat dikatakan sebagai pengembang teori marxian. Hampir mirip dengan karya Blau, dalam analisis marxian, adalah karya Mill mengenai sosiologi radikal. Pada tahun 1950-an, Mills menulis sebuah buku yang mengkaji masalah revolusi komunis di Kuba dan pada tahun 1962 menerbitkan buku berjudul The Marxists. Keradikalan Mills dalam mengungkap fenomena sosial menjadikannya ia tersingkir dan menjadi ahli pinggiran dalam kancah sosiologi Amerika. Bukunya yang terkenal adalah The Sociological Imagination (1959). Isi buku tersebut diantaranya adalah upaya kritik Mills terhadap Talcott Parsons.
Perkembangan selanjutnya adalah teori pertukaran (exchange theory) yang dikembangkan berdasarkan pemikiran psychological behaviorism. Dalam suasana kemunduran teori interaksionisme simbolik Goffman mampu menempatkan pemikirannya sebagai awal kemunculan analisis dramaturgi yang dianggap sebagai varian dari interaksionisme simbolik.
Pada tahun 1960-an dan tahun 1970-an muncul teori-teori sosiologi yang dikenal dengan perspektif sosiologi kehidupan sehari-hari (sociology of everyday life), yang dikenal pula dengan nama sosiologi fenomenologis dan etnometodologi. Sedangkan perkembangan teori sosiologi pada dekade 1980-an dan 1990-an di antaranya adalah teori integrasi mikro-makro (micro-macro integration), integrasi struktur-agensi (agency-structure integration), sintesis teoritis (theoritical syntheses), dan metateori (metatheorizing).
Sumber Buku Teori Sosiologi Klasik Karya Boedhi Oetoyo, dkk.



  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

Summary of Sosiologi Agama

*       Pendahuluan (pengertian)
Sebelum saya membahas lebih lanjut tentang Sosiologi Agama, saya akan mengulas sedikit pengertian apa itu Sosiologi. Sosiologi, ilmu yang sudah dikenal sebagai ilmu social masyarakat ini sudah ada sejak pada abad ke-19. Ilmu sosiologi itu ilmu yang membahas tentang dunia social dimana setiap masa itu selalu berganti-ganti peristiwa social yang terjadi, sehingga ilmu sosiologi ini bisa mengikuti perkembangan zaman dan berubah terus dengan lingkungan sekitarnya.
Sosiologi adalah suatu ilmu yang mempelajari tentang kehidupan bersama dalam masyarakat. Dalam masyarakat terdapat individu, keluarga, kelompok, organisasi, aturan-aturan dan lembaga-lembaga, yang kesemuanya itu merupakan suatu kebulatan yang utuh. Dalam hal ini sosiologi ingin mengetahui kehidupan bersama dalam masyarakat, baik yang menyangkut latar belakang, permasalahan dan sebabmusababnya. Untuk mengetahui kehidupan bersama tersebut diperlukan suatu teori.
Pada suatu ketika sebuah agama Protestan Reformation melawan Contra Reformation (Katolik) terjadi konflik yang terus berlangsung dengan pembunuhan yang menimbulkan agama dengan sosiologi gereja Kristiani yang dipandang sebagai institusi social (aturan-aturan) sebagai solusi dari permasalahan tadi.
Sosiologi adalah ilmu yang mempelajari masyarakat. Sosiologi agama (sociologi of religion) yaitu bahwa memandang agama sebagai objek tunggal dalam kehidupan nyata dan agama dianggap sebagaai hal yang konkrit (bebas nilai). Contohnya: pranata social. Adapun syarat dari pranata social itu sendiri yaitu :
Ø  Mempunyai pedoman hidup
Ø  Faktor Integrasi
Ø  Kontrol Sosial

Sedangkan Sosiologi beragama (religious sociology) adalah bahwa memandang manusia yang cenderung  memiliki insting ketuhanan (keagamaan) dalam bentuk kesadaran. Contohnya: etika
Latar belakang sosiologi:
·      Ilmu Idealisme (filsafat; Max Weber): Sebuah ilmu yang memandang kebenaran itu sesuai idealis (abstrak) subyek manusia.
·      Ilmu Empirisme (filsafat; Emile Durkheim): Menyatakan bahwa kebenaran sejati itu dilihat sesuai kenyataan
Selain kita membahas sosiologi kita juga akan membahas tentang keagamaan. Dan agama sendiri itu ada pada diri manusia yang berupa kesadaran:
§  Max Weber mengatakan kesadaran agama berupa etika yang lahir dari kitab suci.
§  Emile Durkheim mengatakan eksternal kesadaran agama berasal dari alam atau interaksi manusia dengan alam.
Weber pada hakekatnya berupaya menyatukan science atau ilmu pengetahuan alam (Naturwissenschaften) dengan ilmu humaniora (Geisteswissenchaften). Caranya adalah dengan menggunakan epistemologi Neo-Kantian. Kedua ilmu ini digunakan oleh Weber karena dipandang akan lebih tepat menjelaskan apa itu realitas. Dengan metode bebas nilai, Weber berupaya menjembatani ilmu nomotetis dengan idiografis yaitu dengan menerapkan ilmu alam kepada subjek manusia.
Aliran Positivisme  (Jabariyah) Sosiology of Religious; agama sama dengan
            Empirisme
alam, yang bersifat:

a)             Natural (nyata)
b)            Bebas nilai
c)             Determenistik; takdir sama dengan segala sesuatu sudah dipastikan.
d)            Reduksionis; dilihat dari lahirnya saja tanpa melihat bathiniyah (moral, agama, dan lain-lain)
Dasar pemikikiran empiris:
M: Material
E: Eksperi mental
R: Rasional
K: kuantitatif
Aliran Idealisme (Qadariyah) Religious Sociology mempunyai sifat:
           Humanistik
a)            Kesadaran etis; teologi maksudnya manusia bisa ikhtiar
b)            Sarat nilai muatan nilai ada objek (motif subjektif)
c)            Manusia bebas bergerak (merdeka)
d)            Rehumanisasi; menganggap manusia bisa mengisi kembali (belajar)
Dan sebelum menginjak jauh, juga akan dipelajari tentang individu dengan empat teori tentang individu yakni;
1.      Teori Subjektivisme; sebuah teori yang memandang manusia sebagai actor di alam yang bisa menciptakan social.
2.      Teori Objektivisme; bahwa manusia itu sangat ditentukan objek di alamnya, dia cuma manut saja terhadap budaya, social, dll.
3.      Teori Dualistik Positon Theory; manusia memiliki 2,manusia terjadi bisa dari factor alam dan dari diri mereka sendiri.
4.      Teori Cultural Personality; kepribadian seseorang yang dibentuk dari kebudayaannya sendiri.



*       Sejarah Perkembangan

v Periode I Klasik (kuno)
            Pada periode klasik ada dua tokoh atau madzab “empirisme” (Emile Durkheim) ataupun “positivisme” (Auguste Comte) yang menimbulkan Sosiologi Agama yang sangat terkenal, adapun beberapa aliran yang sudah mereka kemukakan sekarang yaitu :
a.      Auguste Comte: evolusi manusia
-     Tahap I teologis (supranatural; yang dianggap seperti Tuhan, Dewa) yang dianggap sebagai “totem".
-     Tahap II ontologism (filsafat) dalil-dalil pikiran manusia segala-galanya.
-     Tahap III positif; nyata maksudnya manusia menjadi mesin di dunia sehingga sangat  berfungsi.

b.      Emile Durkheim; agama animis + dinamis = “Totem” (sesuatu yang dianggap mereka sangat sacral atau penting sehingga dijadikan sebagai “Taboo” sesuatu yang dilarang jikalau dilanggar akan terlaknat). Pranata Sosial; humanistic.
Ada tiga fungsi Pranata Sosial:
1)     Sebagai pedoman bersama
2)     Menjaga norma, komunitas bersama, menjaga persatuan (integrasi social)
3)     Mengontrol atau mengawasi keadaan social
Menurut pemikiran Emil Durkheim dan August Comte bahwasanya pranata social dibentuk oleh masyarakat sehingga melahirkan yang namanya sebuah agama. Dan apabila pranata social itu sendiri itu tidak berjalan  maka akan terjadi sebuah ANOMI (tidak teratur).
v Periode II Modern
            Pada periode modern ini dibahas tentang human (Max Weber, Jerman) yang tertuju pada manusia. Yang terdapat mazhab Idealisme; kebenaran itu berada pada ide (manusia). Tetapi idealism itu mempunyai efek salah satunya akan menimbulkan struktur Kapitalisme, Abstrak = subjektivisme bukan pada wujud individualis, experience (subjektivitas) ada pepatah bahasa Jerman “ecce homo” (lihatlah pada diri kita sendiri), “etika” (motif pribadi) dalam hidup beragama sehingga menjadikan tindakan social (tindakan simbolik yang datang dari manusia sebagai basis analisis). Adapun cirri-ciri tindakan social, yakni:
1.      Adanya motif tujuan hidup
2.      Adanya keyakinan dalam hidup
3.      Sifatnya tidak ilmiah tapi rasional
4.      Addanya tradisi masyarakat
5.      Pengalaman psikomotorik
Tindakan social itu sendiri               tindakan historis (tindakan yang nyata)
                                                            tindakan non historis (keyakinan/laten)
Psikologi masuk menjadi bagian sosiologi, psikologi social; perilaku pribadi ini ternyata sentuhan dari luar (kelompok).
            Ada 2 tokoh penting yang mekemukakan tentang teori mereka yaitu Talcot Person dan Peter  L. Berger, keduanya mempunyai teori masing-masing:
Ø  Talcott Person
Ada empat unsur penting yang ada di  masyarakat yang terdiri dari kata  “GILA”
G: Goal (Tujuan atau kesamaan tujuan kehidupan )
I : Integrasi (Kesatuan terhadap individu agama menjadi struktur organik   sosial dan menjadi kesatuan dengan traditional)
L: Latensi (Konsisten/Istiqomah)
A: Adaptasi (Kebebasan individu/ manusia bebas bertindak dan beradaptasi).
Kepribadian desa itu kolektif yang artinya tidak ad kebebasan individual (self social).
Ø  Petter L. Berger
Ada tiga kekuatan dialektis dalam manusia :
1.      Internalisasi : Kekuatan orang untuk memasukan dunia luar ke dalam kesadaran diri “SUBJEKTIFITAS” (Emile Durkheim).
2.      Externalisasi : Individu di bentuk oleh  lingkungannya / kemampuan kesadaran seseorang untuk mengungkapkan dirinya dalam dunia nyata (Max Webber).
3.      Objektifasi : Kemampuan orang untuk mengkritisi kembali apa yang sudah menjadi kenyataan agar dunia sosial yang ideal tercapai menjadi ideal, membuat kita lebih ada objektivitasnya karena manusia selalu dalam proses.
v Periode III Postmodern
Postmodernisme (Karl Marx, Jerman) basis analisis benda (ekonomi) sebagai bentuk lahirnya agama (dialetik materialism), menurut Marx agama merupakan hasil aliensi (pengasingan) dengan materi, mengasingkan diri dari benda dunia(material). Postmodernisme merupakan produk kultural yang dipandang sangat berbeda dengan produk kultural modern. Pandangan lain melihat bahwa produk-produk baru ini telah menggeser produk kultural lama. Pada hakekatnya, mulai dari era sosiologi klasik, sosiologi dikembangkan untuk menerangkan (dan mengarahkan) masyarakan modern. Ia berupaya menjelaskan dunia modern, yaitu dunia Eropa dan Barat yang muncul karena kapitalisme industri. Dengan munculnya bentuk masyarakat ”baru”, yang disebut dengan masyarakat postmodernis, maka ilmu sosiologi mesti ”mengikuti” dengan memberi penjelasan-penjelasan baru. Namun, disamping menjelasakan apa dan bagaimana masyarakat postmodern, sosiologi juga telah ”mengabarkannya” dengan menyebutkan bahwa telah muncul jenis masyarakat baru yang tidak bisa lagi dijelaskan dengan konsep dan teori lama.
Dan Postmodern itu sendiri merupakan Suatu paham tentang keilmuan yang dimana post modern tidak pernah setuju dan ingin memutus hubungan dengan paham modern, berkembangnya post modern sendiri yaitu dengan ketidakpuasannya terhadap paham positifisme.
                                                Manusia menganut pada wahyu; Khalifah atau Sunan
Menurut Ibnu Khaldun
Manusia menganut alam; Raja / Sultan yang mendapat pengangkatan dari Sunan
Menurut Turner (1998), postmodern menggunakan dua tema, yakni sosiologi kritik sebagai sebuah ilmu, dan robohnya modernitas sebagai simbol kultural yang merubah organisasi sosial dan relasi individu dengan dunia sosial. Postmodern menyerang keyakinan modernitas terhadap ilmu. Kritiknya berkenaan dengan pengetahuan manusia berkenaan dengan tiga hal, yaitu:
1) masalah representasi, apakah bahasa mampu membantu pemahaman kita tentang realitas.
2) masalah kekuasaaan dan vested interest, karena terbukti ilmu tak berkembang secara netral dan karena itu ilmu mesti dipahami dalam konteks kulturalnya, dan.
3) masalah kontinyuitas, karena ada diskontinyuitas dalam pengetahuan.

*       Definisi Yang Tepat
Definisi yang tepat dari Sosiologi Agama (Sociology of Religion) dan Sosiologi Beragama (Religious Sociology) yakni suatu ilmu yang mempelajari tentang kehidupan bersama dalam masyarakat yang beragama. Dalam masyarakat terdapat individu, keluarga, kelompok, organisasi, aturan-aturan dan lembaga-lembaga, yang kesemuanya itu merupakan suatu kebulatan yang utuh. Dalam hal ini Sosiologi Agama ingin mengetahui kehidupan bersama dalam masyarakat beragama, baik yang menyangkut latar belakang, permasalahan dan sebabmusababnya. Dalam masyarakat ini yang di dalamnya tidak hanya satu agama Islam saja ataupun Kristen saja, tetapi juga dibahas dengan agama-agama lainnya yang ada di dunia masa kini.
*       Objektivasi Bentuk Agama Dalam Masyarakat
            Perwujudan agama
Menurut buku sosiologi agama bahwa positivisme ialah bahwa melihat agama dengan perspektif bebeda atau ganda.
a.      Sistem Organik : J Agama tersangkut dengan kebudayaan setempat;
                                                inkulturasi maksudnya memasukkan budaya dalam agama
      J Agama merupakan begian tubuh dari adat istiadat setempat sangat susah untuk dibedakan
b.      Sistem Gereja : Agama adalah dipisahkan antara wilayah yang suci dan tidak dicampurkan dengan wilayah duniawi sehinga  menciptakan sekularisme. Ada  pemisahan agama (yang sah) dengan budaya (dunia) sekularisme.
Aliran Humanistik: Paham suatu agama yang melekat pada diri pribadi manusia (Max Weber)


Pengalaman:
Idealisme (humanistic); 1. Pengalaman Subjektif-Intersubjektif
                                             2. Mitos maksudnya bisa digunakan sebagai symbol
Posmo; yaitu menggambarkan ideology / theology dalam hidup, misalnya suatu saat agama akan membangun Negara, suatu saat agama digunakan untuk perang, dll.
Millenisme; paham tentang datangnya kekuatan Yesus 1000 tahun lagi / gerakan yang menegakkan ajaran Tuhan selama 1000 tahun.
*       Sistem Pemaknaan Fenomena
·        Simbol dan mitos
·        Motif dan kesadaran subyektif dan inter-subyektif
·        Aliran Posmo: Sebuah aliran yang menolak tentang semua ajaran modern. Posmo juga merupakan perwujudan agama yang sudah tidak lagi terstruktur akan tetapi lebih mengutamakan pada pemahaman tentang  ideology dan theologi sebagai alat perjuangan.

*       Sosial Function of Religion

a)     FUNGSI GANDA: KONFLIK DAN INTEGRASI
            Fungsi yang pertama terciptanya Integrasi; bisa menciptakan persaudaraan (silaturrahmi), agama bisa berintegrasi karena bisa menciptakan hubungan antara masyarakat, bisa menciptakan noma-norma. Dan fungsi yang kedua adalah terciptanya desintegrasi; yang bisa menciptakan konflik.


b)     FUNGSI PEMBENTUKAN DUNIA SOSIAL
Agama  bisa  berfungsi  sebagai  pembentuk  dunia  social,  bisa  menciptakan organisasi  social.
c)     FUNGSI TRANSFORMATIF
Agama  berfungsi  sebagai  pengubah  kehidupan  yang  dahulunya masyarakat  itu  tertinggal  dari  kehidupan  akan  diubah  menjadi  lebih  maju.
d)     FUNGSI KONTROL SOSIAL
Mengendalikan kehidupan masyarakat beragama dari perubahan social dan tindakan social.
e)     FUNGSI KRITIK-PROPETIK
Sebagai  pengawasan sosial agama terhadap masyarakat yang mudah berubah-ubah yang secara tajam.
f)      FUNGSI PEMBENTUKAN KLAS- STRATIFIKASI SOSIAL
Agama juga berfungsi sebagai pembentuk kelas yang membedakan antara kaum kapitalisme dan bawahan.
g)     FUNGSI PEMBENTUKAN NORMA/ IDEOLOGI
Sebagai pembentuk norma atau aturan-aturan yang belum ada di dalam suatu masyarakat tersebut.
*       Identifikasi Sosial Terhadap Agama
v Agama Sebagai Pengalaman Supranatural Sosial
            Agama sebagai pengalaman supranatural social seperti suatu masyarakat Islam mengadakan istighosah. Dan diyakini lewat itu mereka akan mendapat ketenangan jiwa.
v Agama Sebagai Komunitas
            Agama juga bisa dikatakan sebagai komunitas, misalnya saja agama Islam saat kaum muslimin mengadakan shalawat burdah yang diadakan seminggu sekali sebagai do’a mereka terhadap Allah (Sang Kholiq)
v Agama Sebagai Pranata Sosial
            Dalam agama juga terdapat pranata social dimana agama sebagai pengatur.
v Agama Sebagai Ritual
v Agama Sebagai Ideologi Transisi

*       Otoritas Sosial Agama
a.      Kesadaran Individual (Peran Pribadi)
ü  Karisma dan antropomorfisasi
ü  Privatisasi
ü  Lebralisasi. Rasionalisasi, sakralisasi
b.      Kesadaran Kolekti (Peran Bersama)
ü  Dunia suci (sacred canopy)
ü  Komunitas Agama (solidaritas)
ü  Kolektivitas
ü  Ideologi dan pandangan dunia
*       Analisis Sosial Terhadap Agama
a.      Pendekatan Struktural Fungsional (Positivisme)
b.      Pendekatan Konflik
c.      Pendekatan Interpretasi – hermeneutic
d.      Pendekatan Sintesis – dialektis
Summary ini saya buat berdasarkan hasil catatan selama ini dengan panduan hand out yang telah diberikan Bapak dan saya tambahkan beberapa pengertian dari beberapa buku.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS